Selasa, 07 Juni 2016

Tidak Ada New York Hari Ini

Judul: Tidak Ada New York Hari Ini
Pengarang: M. Aan Mansyur
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2016
Tebal: 120 halaman
“...
Meriang. Meriang. Aku Meriang.
Kau yang panas di kening. Kau yang dingin di kenang.
...” – Tidak Ada New York Hari Ini
Dunia perbukuan heboh bersamaan dengan meledaknya Ada Apa Dengan Cinta? 2. Tidak Ada New York Hari Ini laris manis di pasaran. Baik itu oleh mereka yang memang penggemar tulisan Aan Mansyur, efek habis menonton filmnya, atau sekadar penasaran dengan hype. Saya pun ikut tertarik sejak linimasa Twitter dan Instagram bertebaran tentang buku ini.
Saya punya hubungan yang cukup unik dengan buku puisi. Kalian nyadar nggak kalau urusan perbukuan ini agak mirip dengan urusan busana? Ada buku yang genrenya memang zona nyamanmu (kalau dalam busana bisa dianalogikan seperti kaos bulukan, sendal jepit, daster). Ada pula jenis buku yang ketertarikanmu terhadapnya hanya karena banyak orang yang bilang buku tersebut keren. Dan kadar kekerenanmu meningkat jika kamu juga membacanya. Sama seperti skinny jeans, jogger pants, high heels, atau gincu merah merona, atau apalah yang sedang menjadi tren, kalau mereka ternyata cocok buatmu dan kamu nggak terlalu risih memakainya, itu bagus. Tapi kalau ternyata malah membuatmu semakin nggak nyaman. Tak mengapa kok, tingkat kekerenan tidak berpengaruh dengan kadar kebahagiaan. Nah, buat saya, buku puisi termasuk ke kategori yang terakhir. Ribet ya penjelasan saya? Semoga ngerti garis besarnya deh. Hahaha. Seorang teman (yang penggemar puisi) bahkan pernah menertawakan saya ketika saya bilang kalau niat saya beli dan baca Hujan Bulan Juni adalah untuk pamer di medsos. *maafkan saya Pak Sapardi x(*
“Di bawah langit yang sama, ada dua dunia berbeda.
Jarak yang membentang di antaranya menciptakan
bahasa baru untuk kita. Tiap kata yang kau ucapkan
selalu berarti kapan. Tiap kata yang aku kecupkan
melulu berarti akan.” – Bahasa Baru

0 komentar:

Posting Komentar